Sabtu, 28 Maret 2009

BISNIS DIJEPARA


Keberadaan mebel Jepara, tak diragukan lagi. Keindahan motif dan keluwesan desain yang menempel pada berbagai perabot, menjadikan produk mebel ini dicari orang. Di mana pun keberadaannya. Mebel Jepara selalu menempati ruang tersendiri bagi para peminat mebel.


Pilihan orang dalam memilih mebel adalah mengenai kualitas, harga bersaing dan model yang unik. Bisnis mebel yang harus diperhatikan adalah dalam masalah proses pengerjaan.


Terkadang dalam memesan mebel, orang membawa desain sendiri. Dan hal ini akan dikenakan biaya tambahan. Selain itu, mebel yang ada di Kalbar juga harus mengirim gambar yang diminta oleh pemesan itu ke Jepara. Waktu untuk menunggu hingga pesanan itu bisa disanggupi atau tidak sekitar satu bulan.

Pembeli mebel jati tidak bisa dipastikan berapa laku dalam sebulan. Terkadang dalam sehari bisa laku satu set mebel yang mahal, namun dilain waktu mebel yang ada juga akan mengkir dan tak terbeli. Karena itu, dari segi pendapatan tak tentu.

Masing-masing tenaga kerja dalam proses produksi mebel terpisah orangnya. Ada yang khusus mengamplas, mengukir, menyetel, memberi jok, dan finishing. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar mutu dan kualitas mebel tetap baik.

Mekar Jepara mempunyai delapan orang pekerja. Mereka dibayar secara harian. Jadi kalau tidak ada kerjaan ya mereka diam saja di toko. Namun, Jepara Mekar mempunyai 50-60 karyawan di Jepara. Untuk menjaga kelangsungan hidup para karyawan agar tidak terus bekerja, mau tidak mau harus dipikir bagaimana mereka mendapatkan pekerjaan secara berkesinambungan.

Cara, pemilik tidak bertahan terus pada harga yang mereka patok. Dengan mendapatkan untung seadanya, mereka berharap seluruh karyawan yang ada terus bekerja. Bisnis mebel memang lagi pada jeblok, sehingga tidak bisa mematk harga tinggi pada konsumen yang datang. Kalau pihak pengusaha inginnya sistem kerja dalah borongan, sehingga mereka tidak repot dalam mengurus berbagai macam hal.

Bisnis mebel adalah bisnis kebutuhan tersier, jadi sifatnya tidak rutin. Dan hanya laku pada saat tertentu saja. Kaena itu butuh kesabaran untuk menjalankan bisnis ini. Mebel hanya laku pada saat tertentu saja seperti menjelang lebaran, natal dan tahun baru, serta Imlek. Biasanya yang laku pada saat itu adalah lemari sudut, kursi dan meja tamu, dan meja prasmanan.

Sebaliknya, pada bulan April, Mei dan Juni, orang biasanya tidak membeli apapun untuk kebtuhan mebel. Tidak itu saja, bisnis lain juga mengalami lesu pada bulan-bulan ini. Apa sebabnya?

“Mereka ibaratnya menabung dulu, setelah mereka berlebara, natalan atau Imlek,” kata Dahria.

Nah, pada bulan haji, orang biasanya akan banyak membeli perlengkapan untuk satu set kamar tidur, seperti tempat tidur beserta meja rias, dan lemari. Pada bulan ini, biasanya orang melaksanakan pernikahan.

Mengenai model dan desain yang disukai, masing-masing masyarakat mempunyai karakteristik tersendiri. Bukan bermaksud menonjolkan atau mengutak-atik masalah etins, selera sebuah etnis bisa dikelompokkan dalam beberapa kategori.

Bila yang datang ke tempat mebel itu seorang beretnis Tionghoa, maka dia akan menyukai motif dengan ukiran burung, naga, atau huruf kanji. Orang Melayu lebih suka dengan mebel yang seluruhnya berupa ukiran. Mereka tidak mau bila mebel itu ada unsur bernyawa. Hal ini menyangkut sebuah keperayacaan, bahwa menyimpan gambar atau patung mahlug bernyawa kurang mendatangkan keberuntungan. Orang Dayak fleksibel dalam memilih mebel. Mereka akan memilih jenis mebel yang ada di hadapan mereka. Bila itu dianggap bagus dan suka dengan bentuknya, maka mereka segera membelinya.

Kendala utama dalam bisnis mebel di Kalbar adalah masalah pengiriman barang. Sering terjadi, barang yang sudah dicek dan masuk ke kapal, begitu sampai di tempat tujuan, tiba-tiba barang itu menjadi raib.

Nah lho?

1 komentar: